Friday, June 03, 2011

Buddha, Dharma dan Sangha Melalui Pengelolaan Pikiran

Otak manusia
Otak manusia mempunyai berat sekitar 2 % dari tubuh, tetapi memerlukan pasokan darah sekitar 15 % serta oksigen 20-25 % dari keseluruhan yang berada dalam tubuh.
Seperti halnya seluruh sel tubuh yang berjumlah sekitar 80 trilyun, yang kesemuanya memerlukan sari makanan dan oksigen yang dipasok lewat darah, dan mengeluarkan limbah proses oksidasi lewat darah, demikian halnya dengan otak manusia. Penyumbatan darah ke otak 15 detik akan menyebabkan seorang dalam keadaan koma, dan apabila kejadian tersebut lebih dari 4 menit akan mengakibatkan kerusakan permanen otak.
Otak sangat erat kaitannya dengan jantung sebagai organ pemompa darah. Ketenangan di jantung akan membawa ketenangan di otak.
Napas yang tenang akan membuat jantung menjadi tenang dan otak juga akan menjadi tenang. Kita mengatakan rasa, hati nurani, terletak di dalam dada sedangkan pikiran terletak di dalam otak. Ucapan dan tindakan manusia bersumber dari pikiran dan perasaan, sedangkan Kesadaran melampaui pikiran dan perasaan dan dapat mengelola keduanya.

Pikiran yang bebas, terbuka, reseptif dan selaras dengan alam

Iklan Baliho di jalan berusaha mempengaruhi kita, dan kalau kita tunduk tanpa reserve, ucapan atau pesannya akan direkam otak kita dan akan mempengaruhi tindakan kita, sehingga kita disebut manusia korban iklan.
Fatwa suatu lembaga juga berusaha mengatur kita, demi kebenaran mestinya.
Apabila kita hanya menerima secara membuta kita tidak berkuasa lagi atas pikiran kita.
Nabi meminta kita meminta fatwa dari hati nurani, biarlah hati nurani yang memilah, menyaring dan menyampaikan ke pesan ke otak untuk direkamnya.
Kalau kita menjadi penguasa otak, kita dapat memilah, menyaring dan menyampaikan informasi yang kita anggap valid ke otak.
Apabila dalam bernapas kita dapat menerima oksigen, memproses oksidasi dan membuang limbahnya, dalam hal berpikir informasi yang masuk otak dapat terekam dan akan mewarnai hidup kita.
Sudah seharusnya kita menjadi penguasa otak dan tidak membebek terhadap informasi yang tidak benar yang akan merasuki pikiran kita.

Buddha, Dharma dan Sangha pemikiran

Kita sadar akan adanya Kebenaran, yang juga disebut Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang melampaui pikiran.
Kesadaran adalah Dia yang bersemayam dalam pikiran, dalam perasaan dan dalam semua yang terbentuk dari unsur alami.
Pikiran, perasaan dan semua unsur alami disebut Kshetra, lapangan, wadah, sedang yang bersemayam disebut Kshetrajna.
Kita selalu menganggap Kshetra itu sebagai identitas diri padahal Diri Sejati itu Ksehetrajna yang bersemayan dalam Kshetra.
Dan karena Kshetra itu bersifat alami maka mempunyai tiga sifat: tenang; agresif; atau malas-malasan.
Untuk menjaga Kesadaran, kita perlu melakukan Dharma, tindakan penuh kesadaran setiap saat.
Tindakan yang berulang-ulang akan menjadi kebiasaan.
Setiap tindakan akan membuat perubahan dalam synap saraf otak, dan setelah menjadi kebiasaan synap sarafnya akan menjadi semakin stabil dan ketika sudah menjadi perilaku synap sarafnya sudah menjadi lebih permanen.
Nabi mengatakan setelah perang Badar, kita akan mengalami perang lebih besar, berjuang untuk bertindak penuh kesadaran.
Bertindak penuh kesadaran dalam Surat Wal Ashri, disebut melakukan Amal Shaleh, melakukan Kebenaran dan Sabar dalam pelaksanaan hal tersebut.
Leluhur kita memberi petuah Rame ing Gawe Sepi ing Pamrih, ramai beramal dan tidak mengharapkan hasil akhir.
Hasil tidak perlu dipikirkan dan akan muncul otomatis sebagai akibat ikutan dari proses beramal.
Support group diperlukan, agar Kesadaran kita tidak menurun dan tindakan penuh kesadaran tidak terganggu.
Vibrasi pikiran dan informasi yang masuk diusahakan dari teman-teman seperjalanan yang mempunyai visi misi yang sama.
Dalam menentukan support group tidak hanya berdasarkan pandangan seumat saja yang berbagai pikiran dan tindakannya belum tentu selaras, tetapi harus dari mereka yang selalu melakukan Amal Shaleh, bertindak dengan mendasarkan Kebenaran dan Sabar dalam melakukan hal tersebut.

Menjaga kesadaran

Yang Mulia Atisha bertanya kepada Gurunya Yang Mulia Dharmakirti dari Suwarnadwipa, bagaimanakah cara yang mudah dan sederhana untuk melepaskan diri dari hukum sebab akibat.
Yang Mulia Dharmakirti menjawab agar kita Sadar dan dapat Mengasihi dan Memaafkan. Kita Sadar, bahwa seseorang bertindak tidak baik terhadap kita karena kita pun pernah berbuat tidak baik.
Membalas hal tersebut akan menanam benih baru yang akan menimbulkan sebab baru. Maafkan dengan penuh kasih dan selesai.
Untuk itu kita perlu selalu sadar,
melakukan tindakan setiap saat penuh kesadaran,
dan berteman dengan teman-teman yang bertindak penuh kesadaran.
Terima kasih Guru.Triwidodo

wihara.com

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home