Pengertian Sejati
Pengertian Sejati
60. Sang Buddha bersabda, bahwa segala sesuatu ditandai oleh tiga ciri: ketaklanggengan (anicca), ketidakpuasan (dukkha) dan ketiada diri-alamian (anatta). Ketak-langgengan, ciri keberadaan yang pertama, mudah dimengerti oleh setiap pengamat dan pemikir. Kegagalan dapat berubah menjadi kesuksesan, cinta bisa meluntur atau malah menjadi benci, peradaban suatu bangsa bisa saja menurun sedang yang lain meningkat, anak-anak bertumbuh menjadi dewasa, lalu menjadi tua dan mati. Semuanya senantiasa dalam proses perubahan ke sesuatu yang lain.
61. Ciri keberadaan ke dua, ketak-puasan atau penderitaan berarti, tidak ada sesuatu yang dapat memberi kepuasan yang lengkap dan kekal, disebabkan karena ketak-langgengan dan sifat alami batin yang senantiasa berprasyarat (Inggeris: conditioned mind). Dalam keadaan berbahagia bagaimanapun, kita juga dibayangi oleh kecemasan, bahwa kebahagiaan itu akan berakhir, atau oleh pikiran bahwa mungkin yang lainnya itu lebih menyenangkan dari pada yang ini.
62. Ciri keberadaan ke tiga, adalah bahwa segala sesuatu yang ada secara alami sebenarnya bercirikan ketiada-dirian. Pengertian umum mengatakan, bahwa semua yang ada di alam ini mempunyai diri secara alami, yakni suatu inti – pada manusia inti itu adalah jiwa yang tidak berubah dan adalah suatu diri sejati dari benda atau manusia tersebut. Yang benar adalah, segala sesuatu adalah perpaduan unsur (sankhara), terdiri dari bagian-bagian dan pada gilirannya menjadi bagian dari yang lainnya lagi, suatu benda baru ber-eksistensi bila semua bagian-bagian (sebagai prasyarat) terpadu. Rumah, misalnya, adalah perpaduan batu-bata, jendela-jendela, pintu-pintu dan atap, dan tidak merupakan bagian tersendiri yang terpisah dari komponen-komponen di atas. Demikian pula manusia. Kita, seperti dikatakan Sang Buddha, terbuat dari Lima Unsur (pañca khanda): tubuh-jasmani (rupa), perasaan (vedana), pencerapan (sañña), bentuk-bentuk mental (sankhara) dan kesadaran (viññana), dan oleh karena kita adalah perpaduan dari unsur-unsur, yang semuanya senantiasa berubah, kita juga tidak mempunyai diri-alami, tidak ada inti-diri yang berdiri sendiri serta kekal.
63. Pengertian tentang ‘tiga ciri keberadaan benda-benda’ mempunyai dampak yang mendasar pada setiap aspek kehidupan kita dalam hal ini bagaimana kita melihat diri kita dan dunia sekeliling kita. Bila kita tidak mengerti atau tidak dapat menerima ciri ketak-langgengan diri; maka umur tua dan kematian akan sangat menakutkan dan mengerikan. Bila kita memaklumi, bahwa segala sesuatu hanya memberi kebahagiaan yang terbatas waktunya, maka kita senantiasa berusaha mencari nafkah yang lebih banyak, kita menanamkan modal kita demi nilai yang lebih tinggi, dan kita mengambil langkah-langkah demi mengamankannya. Sebaliknya bila kita menganggap bahwa kita mempunyai diri, sikap dan perilaku yang didasari ‘Aku’, ‘Milikku’ akan menonjol dalam kehidupan kita, dan timbullah segala masalah yang disebabkan oleh pendirian yang menyesatkan itu.
64. Telah dikatakan sebelumnya bahwa tujuan hidup adalah membebaskan diri dari samsara dan mencapai kebahagiaan Nibbana (25). Kita terikat pada samsara, karena disamping segala masalah yang disebabkannya, juga ketidak-tahuan menghalangi kita untuk melihat kenyataan seperti apa adanya. Ketidak-tahuan yang dimaksud adalah pengetahuan tentang kenyataan ciri kehidupan di atas, ketak-langgengan, ketak-puasan dan ketiada-diri alami. Dengan mengembangkan Pengertian Sejati (samma ditthi), maka kebijaksanaan (pañña) akan menggantikan ketidak-tahuan. Kita kemudian dapat melihat kenyataan seperti apa adanya (yathabhutañanadassana), kita mengatasi kemelekatan (nibbida) pada segala keberadaan Samsara, nafsu keinginan terhapus (viraga), dan dengan demikian kita senantiasa puas, tenang dan bebas (vimutti).1
Semua yang merupakan gabungan unsur tidaklah kekal.
Orang yang memakluminya melalui kebijaksanaan,
Dia dapat mengatasi penderitaan.
Inilah jalan menuju kemurnian sejati.Semua yang merupakan gabungan unsur tidaklah memuaskan
Orang yang memakluminya melalui kebijaksanaan,
Dia dapat mengatasi penderitaan.
Inilah jalan menuju kemurnian sejati.Semua yang merupakan gabungan unsur tak mempunyai diri
Orang yang memakluminya melalui kebijaksanaan,
Dia dapat mengatasi penderitaan.
Inilah jalan menuju kemurnian sejati.2
65. Dengan pencapaian Pengertian Sejati, seperti yang dikatakan Sang Buddha, adalah seperti orang buta yang dapat melihat lagi, dan oleh karenanya semua pendiriannya berubah, karena dia dapat melihat sekarang dengan jelas.
Sama dengan orang yang buta sejak lahir, tidak dapat melihat bentuk dan warna, rata atau tidak rata, bintang-bintang, matahari maupun bulan. Mungkin karena mendengar seseorang menceritakan tentang keanggunan kain yang putih bersih, indah dan tak bernoda, maka diapun mulai menginginkannya. Tetapi seorang lalu menipunya dengan memberinya selembar kain kasar, kumal dan ternoda lemak, tapi berkata: “Orang yang baik, inilah selembar kain putih bersih, indah dan tak bernoda.” Dia lalu menerima dan memakainya. Lalu, suatu ketika teman dan kerabatnya mengantarnya ke tabib untuk mengobatinya, memberinya ramuan, larutan, obat gosok dan obat-obatan, maka penglinatannya pulih kembali. Dengan sendirinya kesenangan dan kemelekatan pada kain kumalnya terhapus, dia tidak menganggap lagi orang yang memberi kain kumal itu sebagai kawannya. Dia malah mungkin menganggapnya sebagai musuh, berpikir: “Untuk kurun-waktu yang begitu lama, saya telah tertipu, diperbodoh oleh orang itu.”
Demikian pula, bila saya mengajarkanmu Dhamma, dengan berkata: “Inilah yang sehat, inilah jalan ke Nibbana.” Engkau lalu mengetahui yang sehat, engkau melihat Nibbana. Dengan timbulnya penglihatan itu, nafsu-keinginan dan kemelakatan pada Lima Unsur Ketergantungan terhapus. Engkau mungkin akan berpikir: “Untuk kurun-waktu yang begitu lama, saya telah tertipu dan diperbodoh oleh batin, dengan tergantung pada badan, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk batin dan kesadaran. Diprasyarati oleh ketergantungan ada kejadian, diprasyarati oleh kejadian ada kelahiran, diprasyarati oleh kelahiran, maka umur-tua, kematian, kesedihan, penyesalan, penderitaan, kedukaan dan keputus-asaan-pun terjadi.”3
66. Ada tiga cara mengembangkan kebijaksanaan, demi memahami kenyataan secara jelas. Kita dapat mengembangkan dengan cara berpikir (cintamaya pañña), dengan cara belajar dan mendalami (sutamaya pañña) dan dengan cara melaksanakan meditasi (bhavanamaya pañña).4 Pemikiran dan perenungan yang mendalam akan mengantar kita ke pemahaman bahwa, ajaran Sang Buddha tentang Tiga Ciri Keberadaan adalah benar adanya. Namun, pemahaman ini, bila hanya berada dipermukaan batin saja dalam bentuk sekadar pengetahuan, maka tidak akan merubah keadaan kita. Banyak perokok mengetahui bahwa merokok membahayakan kesehatan, tapi mereka tetap juga merokok. Demikian pula, secara akal-budi mungkin kita telah menerima kebenaran dari ciri ketak-langgengan hidup, tapi kita tetap bertindak sepertinya akan hidup abadi. Untuk dapat merubah sikap sepenuhnya, pengertian tentang ini harus lebih mendalam. Ajaran Sang Buddha, dan mungkin pula ilmu-ilmu seperti Ilmu Fisika, Ilmu Faal dan Ilmu Jiwa dapat memberikan kita penghayatan yang langsung dan mendalam tentang kebenaran dari ketak-langgengan, ketak-puasan dan ketiada-diri-alamian. Tapi pada akhirnya, hanyalah batin yang telah ditenangkan dan dimurnikan oleh pelaksana meditasi, yang dapat menghayati pengertian lengkap tentang kebenaran-kebenaran (Tiga Ciri Keberadaan) ini. Kita akan mendapatkan gambaran tentang ini dalam bab Kesadaran Sejati dan Pemusatan-pikiran Sejati.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home